Selasa, 27 Oktober 2015

Tugas PAI



TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PUASA













 







Nama              : Avelia Kartika Sari
Kelas               : VIII H
No. Absen      : 03






SMP NEGERI 3 PEMALANG
Jln. Gatot Subroto Pemalang
A.    PENGERTIAN PUASA
Puasa secara bahasa artinya menahan dari sesuatu. Adapun secara istilah syar’i artinya menahan diri dari makan, minum, dan dari segala pembatal puasa yang disertai dengan niat dari mulai terbitnya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari.
B.     SYARAT SAH PUASA
Syarat sah orang melaksanakan ibadah puasa yaitu :
1.      Baligh
Puasa tidak diwajibkan ke atas orang yang belum baligh walau bagaimanapun, kanak-kanak digalakkan berpuasa apabila mereka mencapai umur 7 tahun jika mereka berdaya. Kanak-kanak yang berumur 10 juga boleh dipukul (mengajar, bukan mendera) jika meninggalkan puasa.
2.        Islam
Puasa orang kafir adalah tidak sah. Walau bagaimanapun, mereka akan tetap dihukum di akhirat kerana meninggalkannya, memandangkan mereka juga disuruh menunaikan cabang-cabang tuntutan syari'at. Orang murtad yang telah kembali kepada Islam juga hendaklah mengqada semula puasa yang telah ditinggalkannya.
3.      Masuk bulan Ramadhan
Tidak wajib puasa Ramadhan jika tidak sabit (masuknya) bulan Ramadhan, malahan puasanya itu tidak sah.
4.        Berpuasa pada Hari-hari yang Sah Puasa
Terdapat beberapa hari yang tidak harus berpuasa, contohnya hari raya. Jika ada yang berpuasa maka puasanya itu tidak sah. Sah puasa tapi berdosa.
5.        Suci dari haid dan nifas
Tidak sah puasa orang yang haid atau nifas. Jika mereka berpuasa, maka mereka akan dikenakan dosa. Wajib ke atas mereka mengqadakan hari-hari yang ditinggalkan. Jika haid dan nifas berlaku sebelum matahari terbenam walaupun sekejap (ketika mereka berpuasa), maka rosaklah puasa tersebut dan wajib diqada'kannya dan tidak dikenakan fidyah ke atas kedua-dua mereka. Jika haid terputus pada malam hari sedangkan dia berpuasa, jika diniatkan puasa sebelum naiknya fajar walaupun dia melambat-lambatkan mandi hingga naik fajar, maka puasanya masih sah. Jika dia didatangi haid atau nifas pada siang hari Ramadhan, maka:  wajib dia menahan diri sehingga ke penghujung hari sebagai menghormati kemuliaan bulan puasa, Tidak wajib dia menahan diri,  Tidak wajib tetapi sunat berbuat demikian

6. Berakal
C.     RUKUN-RUKUN PUASA
Dari pengertian puasa secara istilah (syar’i) tercermin bahwa ia memiliki dua rukun yang sangat asasi, keduanya itu adalah :
1.      Manahan diri dari segala pembatal puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Dalil rukun ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (al-Baqarah: 187).
 putih itu siang, hitam itu malam.àDan yang dimaukan dengan ‘benang putih dan benang hitam’ adalah
2. Niat, yang berpuasa tersebut memaksudkan tatkala menahan diri dari segala mufthirot (pembatal puasa) tersebut ibadah kepada Alloh ‘Azza wa Jalla. Dengan adanya niat terbedakanlah antara amal yang dimaksudkan untuk ibadah dari selainnya. Dan dengan niat pula terbedakan antara ibadah yang satu dengan yang lainnya.
Orang yang berpuasa dengan puasanya tersebut memaksudkan apakah ia berpuasa Ramadhan atau selainnya; dari berbagai macam puasa.
Dalil rukun ini sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Suatu amal tergantung pada niat-niatnya, dan bagi setiap orang sesuai dengan yang dia niatkan.” (HR. Bukhari No. 1, Muslim No. 1907)
D.    MACAM-MACAM PUASA
1)      Puasa wajib
Yang Termasuk kedalam puasa wajib ini diantaranya :
a. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang dikerjakan bagi setiap muslim pada bulan Ramadhan selama sebulan penuh. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agara kamu bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah[2]: 183).
Puasa Ramadhan juga termasuk dalam rukun Islam, sebagaimana tersebut dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a:
“Didirikan agama Islam itu atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan melainkan Allah dan Nabi Muhammada adalah utusan Allah, mendirikan shalat lima waktu, mengeluarkan zakat, puasa bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah bagi yang mampu jalannya” (H.R. Bukhari dan Muslim).
b. Puasa Nadzar
Nadzar secara bahasa berarti janji. Puasa nadzar adalah puasa yang disebabkan karena janji seseorang untuk mengerjakan puasa. Misalkan, Rudi berjanji jika nanti naik kelas 9 ia akan berpuasa 3 hari berturut-turut, maka apabila Rudi benar-benar naik kelas ia wajib mengerjakan puasa 3 hari berturut-turut yang ia janjikan itu. Berkaitan dengan puasa nadzar, Rasulullah saw pernah bersabda:
Barangsiapa bernadzar akan mentaati Allah (mengerjakan perintahnya), maka hendaklah ia kerjakan. (H.R. Bukhari)
c. Puasa Kafarat
Kafarat berasal dari kata dasar kafara yang artinya menutupi sesuatu. Puasa kafarat secara istilah artinya adalah puasa untuk mengganti denda yang wajib ditunaikan yang disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang bertujuan menutup dosa tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat tersebut, baik di dunia maupun di akhirat.
2) Puasa Sunnah
a. Puasa enam hari di bulan Syawal
Baik dilakukan secara berturutan ataupun tidak. Rasulullah saw bersabda, yang artinya: Keutamaan puasa romadhon yang diiringi puasa Syawal ialah seperti orang yang berpuasa selama setahun (HR. Muslim).
b. Puasa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
Yang dimaksud adalah puasa di sembilan hari yang pertama dari bulan ini, tidak termasuk hari yang ke-10. Karena hari ke-10 adalah hari raya kurban dan diharamkan untuk berpuasa.
c. Puasa hari Arafah
Yaitu puasa pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah. Keutamaannya, akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang (HR. Muslim). Yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan jalan bertaubat.
d. Puasa Muharrom
Yaitu puasa pada bulan Muharram terutama pada hari Assyuro’. Keutamaannya puasa ini, sebagaimana disebutkan dalam hadist riwayat Bukhari, yakni puasa di bulan ini adalah puasa yang paling utama setelah puasa bulan Romadhon.
e. Puasa Assyuro’
Hari Assyuro’ adalah hari ke-10 dari bulan Muharram. Nabi shalallahu ‘alaihi wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari Assyuro’ ini dan mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Hal ini bertujuan untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani yang hanya berpuasa pada hari ke-10. Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di tahun sebelumnya (HR. Muslim).

f. Puasa Sya’ban
Yang dimaksud puasa Sya’ban adalah memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Keutamaan: Bulan ini adalah bulan di mana semua amal diangkat kepada Rabb semesta alam (HR. An-Nasa’i & Abu Daud, hasan).
g. Puasa Senin dan Kamis
Nabi telah menyuruh ummatnya untuk puasa pada hari Senin dan Kamis. Hari Senin adalah hari kelahiran Nabi Muhammad sedangkan hari Kamis adalah hari di mana ayat Al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan. Perihal hari Senin dan Kamis, Rasulullah juga telah bersabda:
“Amal perbuatan itu diperiksa pada setiap hari Senin dan Kamis, maka saya senang diperiksa amal perbuatanku, sedangkan saya sedang berpuasa. (HR Tirmidzi)
h. Puasa Tengah Bulan (tiga hari setiap bulan Qamariyah)
Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan qamariyah.
i.      Puasa Dawud
Cara mengerjakan puasa nabi Dawud adalah dengan sehari puasa sehari tidak puasa, atau selang-seling. Puasa nabi Dawud adalah puasa yang paling disukali oleh Allah swt. (HR. Bukhari-Muslim).

3)      Puasa Makruh
Kapan puasa hukumnya makruh? Puasa yang makruh dilakukan adalah puasa pada hari Jumat dan Sabtu yang tidak bermaksud mengqadha’ Ramadhan, membayar nadzar atau kafarat, atau tidak diniatkan untuk puasa sunnah tertentu. Jadi seseorang yang puasa pada hari Jumat atau Sabtu dengan niat mengqadha’ puasa Ramadhan tidak termasuk puasa makruh.
Misal tanggal 9 Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu maka puasa hari Sabtu pada waktu itu menjadi puasa sunnah bukan makruh. Ada pendapat lain yang lebih keras bahkan menyatakan bahwa puasa pada hari Jumat tergolong puasa haram jika dilakukan tanpa didahului hari sebelum atau sesudahya.

4) Puasa Haram
Ada puasa pada waktu tertentu yang hukumnya haram dilakukan, baik karena waktunya atau karena kondisi pelakukanya.
a.      Hari Raya Idul Fitri
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.
b.      Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.
c.       Hari Tasyrik
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih diharamkan untuk berpuasa. Pada tiga hari itu masih dibolehkan untuk menyembelih hewan qurban sebagai ibadah yang disunnahkan sejak zaman nabi Ibrahim as.
d.      Puasa sepanjang tahun / selamanya
Diharamkan bagi seseorang untuk berpuasa terus setiap hari. Meski dia sanggup untuk mengerjakannya karena memang tubuhnya kuat. Tetapi secara syar`i puasa seperti itu dilarang oleh Islam.

E. HIKMAH PUASA
1.      Sarana mensyukuri nikmat. Puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan berhubungan badan. Ini adalah kenikmatan tertinggi, karena dengan menahan diri dari menikmati nikmat tersebut pada waktu tertentu akan membuatnya mengetahui nilai nikmat tersebut. Karena kenikmatan sesuatu yang tidak diketahui (nilainya), dan baru diketahui kalau dia hilang . Maka hal itu akan membantunya untuk  memenuhi haknya dengan mensyukurinya.
2.      Sarana untuk meninggalkan sesuatu yang haram. Karena jika jiwa mampu diarahkan untuk menahan dari yang halal demi mengharap ridha dan takut akan pedihnya siksaan. Maka, dia akan lebih mampu lagi diarahkan untuk menahan dari yang haram. Maka berpuasa adalah sebab untuk menahan diri dari sesuatu yang diharamkan Allah.
3.      Mengalahkan hawa nafsu. Karena jiwa ini kalau kenyang, dia akan mengangankan syahwat, tapi kalau lapar akan menahan apa yang diinginkan. Oleh karena itu Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:  “Wahai para pemuda! Siapa yang sudah memiliki kemampuan (biologis maupun bekal materi), maka (bersegerahlah) menikah. Karena hal itu dapat menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Sedangkan bagi yang belum mampu (menikah), hendaklah dia berpuasa, karena hal itu (menjadi) benteng baginya.” (HR. Bukhari, no. 5066, Muslim, no. 1400)
4.      Menumbuhkan sifat kasih sayang terhadap orang miskin. Karena orang yang berpuasa ketika merasakan beratnya lapar beberapa saat, dia akan teringat orang yang merasakan kondisi seperti  ini sepanjang waktu, sehingga dia bersegera menyantuni, menyayangi dan berbuat baik kepadanya. Sehingga puasa menjadi sebab menyayangi orang miskin.
5.      Mengalahkan setan dan melemahkannya. Maka kekuatannya membisikkan (keburukan) kepada manusia melemah sehingga potensi kemaksiatannya berkurang. Karena setan masuk ke tubuh Anak Aadam lewat pembuluh darah, Sebagaimana di sabdakan Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam. Maka dengan puasa, tempat masuk setan akan menyempit dan akhirnya melemahkan dan mengurangi gerakannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Majmu’ Fatawa, 25/246: "Tidak diragukan lagi bahwa darah bersumber dari makanan dan minuman. Jika seseorang makan atau minum, maka jalan masuk bagi setan –yaitu darah- akan semakin luas, dan kalau dia berpuasa, jalan masuk setan akan menyempit. Akibatnya jiwa akan memiliki kekuatan melakukan kebaikan dan meninggalkan kemunkaran."
6.      Melatih diri untuk muroqabatullah (merasa di awasi oleh Allah). Sehingga dia meninggalkan (kemaksiatan) yang diinginkan meskipun dia mampu (melaksanakannya), karena dia menyadari bahwa Allah melihatnya.
7.      Menumbuhkan sifat zuhud terhadap dunia dan syahwatnya, serta pengharapan (dengan kebaikan yang ada) di sisi Allah Ta’ala.
8.      Membiasakan seorang mukmin banyak (melakukan) ketaatan, karena orang yang berpuasa umumnya banyak melakukan ketaatan, sehingga akhirnya menjadi terbiasa.
E.     FIDYAH PUASA
Hukum membayar fidyah adalah WAJIB. Dengan membayar fidyah tidak bermaksud mereka tidak perlu lagi menggantikan puasanya kerana puasa tersebut tetap wajib digantikan mengikut bilangan hari yang telah ditinggalkannya. Bagi pembayaran melalui Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP), hasil bayaran fidyah akan dimasukkan ke dalam akaun Amanah Fidyah dan Kaffarah Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan sebelum urusan pengagihan kepada fakir miskin dalam bentuk beras dan bekalan makanan dilaksanakan. Hukum membayar fidyah adalah wajib. Ia wajib disempurnakan mengikut bilangan hari yang ditinggalkan. Ia juga menjadi satu tanggungan (hutang) kepada Allah SWT sekiranya tidak dilaksanakan. Perkiraan dan bayaran fidyah boleh dibuat di Baitulmal Bangunan Daruzzakah secara tunai atau melalui cek/pos berdaftar atas nama MAJLIS AGAMA ISLAM WILAYAH PERSEKUTUAN. Kadar bayaran fidyah berubah mengikut harga yang ditetapkan oleh pemerintah di sesuatu tempat. Pengiraan kadar fidyah berdasarkan kadar harga beras (makanan asasi penduduk). Beras fidyah tersebut hendaklah diagihkan kepada fakir atau miskin.
ü Sebab-sebab Dikenakan Fidyah
1. Uzur menunaikan puasa wajib : Terdiri daripada golongan yang menghidapi sakit kuat dan tidak mempunyai harapan untuk sembuh, atau golongan tua yang tidak mampu berpuasa atau kedua-duanya sekali.

2. Perempuan hamil : Dengan syarat dibimbangi akan keselamatan ke atas bayi yang dikandungnya seperti dikhuatiri berlaku keguguran. Golongan ini dikenakan membayar fidyah dan juga menggantikan (qada’) puasa yang ditinggalkan.
3. Ibu yang menyusukan Anak : Dengan syarat ibu yang merasa bimbang akan memudharatkan bayi yang disusuinya seperti kurang air susu atau menjejaskan kesihatan bayinya itu. Maka baginya menggantikan puasa yang ditinggalkan serta membayar fidyah.
4. Orang yang telah meninggal dunia : Hutang puasa bagi mereka yang telah meninggal dunia hendaklah disempurnakan bayaran fidyahnya oleh waris-warisnya mengikut bilangan hari yang ditinggalkan sebelum pembahagian pusaka dibuat.
5. Melambatkan Ganti Puasa (Qada’) : Mereka yang melambatkan ganti puasanya hingga telah melangkah tahun yang berikutnya (bulan Ramadhan), dikenakan denda membayar fidyah dan juga wajib menggantikan (qada’) puasa yang ditinggalkan. Bayaran fidyah akan berganda mengikut jumlah tahun-tahun yang ditinggalkan.

ü Kadar Bayaran Fidyah
Kadar bayaran fidyah bagi satu hari puasa yang ditinggalkan ialah satu cupak beras yang boleh dibuat zakat fitrah (1/4 gantang Baghdad). Dalam bentuk nilaian, berdasarkan kepada kadar yang ditetapkan oleh Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan, secupak beras bersamaan dengan 567.5 gram dinilai dengan kadar RM1.75. Contoh: Jika seseorang meninggalkan puasa selama 3 hari dan tidak menggantikan puasanya sehingga 3 kali bulan Ramadhan, maka kadar fidyahnya ialah: RM1.75 (1 cupak) X 3 hari X 3 tahun = RM15.7